Depok -Rajawalitv, net, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aktivis Pers Indonesia, Lembaga Aliansi Indonesia Beserta Media Aktivis Indonesia.Co.Id. kembali menempuh jalan panjang untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara di negeri ini. Ketua LBH, Julianta Sembiring S.H. bersama kliennya, Amrin Batubara, mendatangi Polres Kota Depok, Pada Hari Rabu (31/12/2025), untuk menindak lanjuti undangan mediasi yang diterima melalui WhatsApp dari Kanit Harda.
Kedatangan mereka bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari upaya memastikan hak dan keadilan serta kepastian hukum untuk korban mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum.
"Hari ini kami mendatangi Polres Depok terkait undangan mediasi dari Kanit Harda. Kami menyampaikan kepada Kaunit Harda agar informasi tentang mediasi ini secara resmi disampaikann kepada klien dan meminta agar media hadir untuk meliput proses mediasi ini, supaya publik mengetahui proses penanganan kasus ini," kata Julianta Sembiring kepada wartawan.
Kasus yang menimpa Amrin Batubara bermula dari transaksi rumah dan tanah di Jalan Bulak Timur, Kel. Cipayung, Kec. Cipayung, Depok, pada 24 Juni 2016. Amrin membeli rumah tipe 45/80 seharga Rp 300 juta, dengan pembayaran Rp 200 juta di tahap pertama dan Rp 100 juta sebagai pelunasan pada saat serah terima kunci serta membayar 70 juta untuk penambahan bangunan mejadi type 50/80, sehingga total pembayaran lunas sebesar 370 juta.
Menurut Julianta, terlapor, seorang pengembang berinisial E, menjanjikan penyerahan sertifikat tanah setelah pembayaran lunas. Namun, janji itu belum terealisasi hingga saat ini. Selain itu, tanah yang dijual oleh pengembang yang diakui dan menjamin adalah miliknya sendiri ternyata bukan milik Pengembang (terlapor) dan ternyata SHM tanah tersebut telah dia gunakan pemilik yang sah di BTN semenjak tahun 2015 dan telah menjadi kredit macet dan SHM tanah dikuasai oleh Bank.
Pelaporan dugaan tindak pidana ini tercatat dalam Nomor Laporan Polisi: STTLP/B/2457/VIII/2023/SPKT/POLRESMETRODEPOK/POLDA METRO JAYA, dengan dugaan pelanggaran Pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan & penggelapan.
Kerugian yang dialami Amrin tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga menyangkut hak kepemilikan, keadilan dan kepastian hukum atas aset yang dibeli secara kash dan lunas. Sembilan tahun berlalu, kepastian hukum masih jauh dari genggaman.
"Kami berharap proses hukum berjalan adil, transparan, akuntable dan substantif, bukan sekadar prosedur administratif. Mediasi hari ini dijadwalkan ulang dan kami minta dilakukan secara formal sebagai bagian resmi dari proses penyidikan yang telah ditetapkan tmt 24 November 2025 oleh Penyidik," ujar Julianta.
Sementara itu, pelapor Amrin Batubara menyatakan, kasus ini dilaporkan pada 9 Agustus 2023, tetapi hingga bulan November di akhir 2025 masih dalam proses penyelidikann dan belum ada penetapan tersangka semenjak diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan tgl 24 November 2025.
Ia berharap Kapolri Jenderal Listiyo Sigit dapat lebih mencerahkan para penyidik polri agar lebih kompeten dan beritegritas untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum serta menghadirkan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat.
"Kasus ini berlarut-larut dan berteletele. Kami minta Kapolri Jenderal Listiyo Sigit untuk segera membenahi kompetensi dan integritas personil Polri sebagai garda terdepan penegak hukum di negeri ini. Kami minta keadilan dan kepastian hukum ditegakkan," kata Amrin.
Perjuangan panjang Amrin dan pendampingnya menegaskan satu hal, hak warga negara untuk mendapatkan keadilan yang tidak boleh terabaikan, terutama ketika kerugian yang dialami mencakup hak milik yang sah.
Reporter : Redaksi